“Kau mulai menyukainya?” Shanty mengkerutkan keningnya menyidik ingin tau. Pertanyaan yang sudah berkali-kali ia tanyakan setiap mengobrol dengan Mia.
“Kurasa tidak…. Iya, tidak.” Terdengar ragu-ragu.
“Tapi kau sering membicarakannya.” Desak Shanty.
“Mungkin aku tak sadar itu.” Sedikit pembelaan Mia, tapi meski ia terus mengelak pertanyaan itu sudah meganggunya semalaman penuh.
“Justru itu yang membuktikan kau menyukainya. Tanpa sengaja memikirkannya lalu berbicara banyak tentangnya tanpa sadar.”
Mia terdiam mendengar sahabatnya berkata ini dan itu.
“Tapi dia memang baik…. Mungkin aku mangaguminya. Iya, kurasa aku membicarakanya karena alasan itu.”
“Tidak. Kurasa kau sungguh menyukainya dalam arti lain.”
“Hanya perasaanmu saja.”
“Susah untuk berbicara pada orang yang tak ingin mengakui persaan sendiri. Huh,”
“Tapi aku memang tak menyukainya seperti yang kau fikirkan. Tolonglah, Sha. Jangan mendesakku lagi. Nanti aku kepikiran terus, bahaya kalau aku suka beneran.”
Shanty tersenyum puas. “Baiklah, Mi. Kau jelas menyukainya dengn level tinggi tapi tetap mengaku. Aku pasrah dan tak akan menanyakannya lagi.”
“Thanks Sha. Aku tak ingin membahasnya.”
Mata Shanty melirik Mia yang terdengar putus asa dan sedikit tertunduk seperti memikirkan sesuatu hal penting.
“Kau ada masalah dengannya?”
“Tidak.”
“Lalu?”
“Ah, aku tak tau. Aku hanya tak ingin saja.”
“Baiklah. Ayo kita pergi makan.” Shanty tau kebiasaan Miamie yang ingin terus mengunyah saat banyak pikiran yang menganggunya.