Archive | 13 Januari 2015

kamar Kita

Di rumah bersama terdapat banyak kamar. Tapi paling special kamar terakhir, bukan hanya berada di bagian paling belakang tapi memang mendapat sebutan khusus sesuai lokasinya yang berpintu di dekat ruang makan. Huh, tebaklah apa sebutannya.

Di balik segala hal yang terabaikan oleh kebanyakan orang. Delapan anak manusia dengan senang hati menjadi pemilik tetap kamar tersebut. Mereka membagi posisi dalam lemari untuk menempatkan barang-barang.

Kebersamaan penghuni kamar sangatlah kompak, bahkan ada dana iuran untuk kaca dan kabel. Belum lagi hal lain yang membuat kamar ini terasa istimewa dan sangat berbeda dengan kamar lainnya.

Jika dua malam lalu aku tidur sendirian, dan semalam aku hanya berdua dengan seseorang yang nyasar ke kamar ini karena tak punya teman di tempat lain. Malam ini ramai lagi, horaiii.

Seharusnya Muti sudah terlelap karena sakit kepala yang mendera dari siang tadi, tapi kenapa malah kuat berceloteh dan sesekali mengeluh tak bisa tidur. Tami, sungguh sudah kealam mimpi, setelah sholat isyah, ia mengambil posisi enak di ranjang bagian atas.

Kami berempat (Aku, Wulan, Rina, dan Muti) terjangkit Insomnia. Jika aku sudah terbiasa, tapi ketiga gadis yang sering manggilku kakak ini menjadi tanda tanya. Lebih tanda tanya ketika canda tawa terus terlontar dari mereka.


Setelah magrib. Suasana menyantap buah anggur menjadi pemandangan di kamar akhir. Banyak tambahan mahluk nyasar menjadi bagian pemandangan ini.

Setelah mereka keluar, dan memastikan tak seorangpun yang mengetuk pintu untuk menumpang sholat atau sekedar keperluan lain.

Klik. Suara pintu terkunci, lampu di matikan setelah aku dan Rina tertawa karena saling mengharapkan. Akhirnya aku juga yang bangkit dan mematikan.

Cerita kami berempat di mulai, segala hal jadi topik, dari hal yang membuat tertawa sampai yang membuat serius atau bahkan merasa horor.

Selain itu ada aktifitas yang menjadi menyenangkan. Masing-masing menatap HP dan membaca cerita, jika ada yang lucu dan menarik maka harus di bacakan.

Karena Muti terlelap juga, syukurlah karena ia mang butuh istirahat. 20 menit kemudian di susul Wulan. Tersisa aku dan Rina yang entah siapa nanti yang kealam mimpi duluan.

Sementara malam semakin dingin, jam sudah menunjukan pukul 23:45 di ruang makan depan kamar kami suara berisik penghuni rumah bersama yang kelaparan terdengar begitu jelas.

Aku menarik napas pelan, lalu mengabaikan suara mereka. Aku sudah terbiasa karena kamar kami memang begini letaknya, ini resikonya, dan hampir setiap malam aku mengalaminya. Terlepas dari semua itu, aku tetap suka kamar ini, merasa cocok dengan para penghuninya. Hehe,

Wamena, 9/1/2015